Ragam
Pendekatan Terapi Latihan Pada Gangguan Neurologis
1. Metode Brunnstrom
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Signe Brunnstrom, seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk penderita hemiplegia
Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa:
Pada manusia normal, perkembangan motorik diawali oleh kontrol spinal dan batang otak berupa gerakan reflek yang kemudian berkembang menjadi gerakan yang disadari dan bertujuan yang dikontrol oleh otak. Oleh karena gerakan reflek tersebut merupakan tahap perkembangan normal, reflek ini menjadi sesuatu yang “normal” pula apabila ada kelainan atau gangguan pada pengontrol yang lebih tinggi (otak), misalnya akibat stroke dengan hemiplegianya.
Sehingga reflek ini dapat dan seharusnya digunakan untuk merangsang timbulnya gerakan yang hilang, seperti tahap perkembangan normal. Proprioceptive dan exteroceptive juga digunakan dalam pendekatan ini untuk menimbulkan gerakan bertujuan ataupun hanya perubahan tonus otot.
2. Metode Rood
Dikembangkan oleh Margaret Rood, seorang fisioterapis dan okupasiterapis sejak tahun 1960-an. Sebenarnya metode ini dikembangkan untuk penderita cerebral palsy tetapi dapat diterapkan untuk semua kelainan kontrol motorik akibat gangguan otak.Premis dari pendekatan Rood:Bahwa kontrol motorik berkembang dari reflek-reflek dasar pada saat bayi yang secara bertahap dimodifikasi melalui stimulasi sensorik hingga dicapai kontrol yang lebih tinggi dengan gerakan yang disadari dan fungsional. Sehingga jika diaplikasikan stimulasi sensorik yang benar pada reseptor yang tepat akan merangsang proses perkembangan dari gerakan yang bersifat reflek ke gerakan yang terkontrol.Prinsip dari pendekatan metode Rood ini adalah:
Proses perbaikan tonus dan gerakan fungsional dicapai dengan stimulasi sensorik yang benar, melalui teknik-teknik fasilitasi dan inhibisi.
Kontrol sensomotorik berdasarkan prinsip-prinsip tumbuh kembang
Gerakan haruslah bertujuan
Pengulangan respon sensomotorik diperlukan untuk proses latihan
3. Metode Bobath
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh K. Bobath (neurology) dan Bertha Bobath (fisioterapis) di sekitar tahun 1960-an, khusus untuk penderita cerebral palsy, tetapi kemudian diadaptasi dan dikembangkan juga untuk kondisi hemiplegiaPendekatan ini mengembangkan reaksi-reaksi otomatis (reflek postural normal) yang normal berdasarkan analisa gerakan normal dan perkembangan gerakan normal yang terjadi pada proses tumbuh kembang anak. Prinsip-prinsip neurofisiologis yang dianut:
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Signe Brunnstrom, seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk penderita hemiplegia
Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa:
Pada manusia normal, perkembangan motorik diawali oleh kontrol spinal dan batang otak berupa gerakan reflek yang kemudian berkembang menjadi gerakan yang disadari dan bertujuan yang dikontrol oleh otak. Oleh karena gerakan reflek tersebut merupakan tahap perkembangan normal, reflek ini menjadi sesuatu yang “normal” pula apabila ada kelainan atau gangguan pada pengontrol yang lebih tinggi (otak), misalnya akibat stroke dengan hemiplegianya.
Sehingga reflek ini dapat dan seharusnya digunakan untuk merangsang timbulnya gerakan yang hilang, seperti tahap perkembangan normal. Proprioceptive dan exteroceptive juga digunakan dalam pendekatan ini untuk menimbulkan gerakan bertujuan ataupun hanya perubahan tonus otot.
2. Metode Rood
Dikembangkan oleh Margaret Rood, seorang fisioterapis dan okupasiterapis sejak tahun 1960-an. Sebenarnya metode ini dikembangkan untuk penderita cerebral palsy tetapi dapat diterapkan untuk semua kelainan kontrol motorik akibat gangguan otak.Premis dari pendekatan Rood:Bahwa kontrol motorik berkembang dari reflek-reflek dasar pada saat bayi yang secara bertahap dimodifikasi melalui stimulasi sensorik hingga dicapai kontrol yang lebih tinggi dengan gerakan yang disadari dan fungsional. Sehingga jika diaplikasikan stimulasi sensorik yang benar pada reseptor yang tepat akan merangsang proses perkembangan dari gerakan yang bersifat reflek ke gerakan yang terkontrol.Prinsip dari pendekatan metode Rood ini adalah:
Proses perbaikan tonus dan gerakan fungsional dicapai dengan stimulasi sensorik yang benar, melalui teknik-teknik fasilitasi dan inhibisi.
Kontrol sensomotorik berdasarkan prinsip-prinsip tumbuh kembang
Gerakan haruslah bertujuan
Pengulangan respon sensomotorik diperlukan untuk proses latihan
3. Metode Bobath
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh K. Bobath (neurology) dan Bertha Bobath (fisioterapis) di sekitar tahun 1960-an, khusus untuk penderita cerebral palsy, tetapi kemudian diadaptasi dan dikembangkan juga untuk kondisi hemiplegiaPendekatan ini mengembangkan reaksi-reaksi otomatis (reflek postural normal) yang normal berdasarkan analisa gerakan normal dan perkembangan gerakan normal yang terjadi pada proses tumbuh kembang anak. Prinsip-prinsip neurofisiologis yang dianut:
- Gerakan
normal meliputi bagian yang bergerak dan bagian yang diam (fiksasi
gerakan)
- Gerakan
normal ditandai dengan adanya gerakan rotasi yang merupakan komponen utama
gerak normal (fungsional)
- Gerakan
normal dimulai dari proksimal ke distal, dari central ke perifer, dari
cranial ke kaudal
- Gerakan
normal menganut pada proses tumbuh kembang anak normal.
Prinsip-prinsip pendekatan Bobath untuk kondisi hemiplegiaPrinsip utama yang dipegang di sini adalah normalitas dari tonus postural, yang bisa dicapai dengan cara:
- Stimulasi
proprioceptive dan taktil
- Inhibisi
terhadap pola abnormal
- Fasilitasi
- Key
point of control
- Pemahaman
prinsip-prinsip neurofisiologi, biomekanika, gerakan normal dan abnormal.
4. Metode Johnstone
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Margaret Johnstone, seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk penderita hemiplegia
Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa gerakan normal tergantung pada:
Tonus yang normal, sehingga diperlukan untuk menaikkan tonus yang rendah (hipotonus) dengan fasilitasi dan menurunkan tonus yang meninggi (hipertonus) dengan cara inhibisi
Pola gerakan yang normal, dimana latihan mengadaptasi dasar pola tumbuh kembang bayi yang normal (terlentang, berguling, tengkurap, menegakkan kepala, merayap, merangkak, duduk, berdiri pada lutut, berdiri, berjalan, naik trap, berlari, melompat) mengembangkan kontrol spinal – tonik – basal – kortikal.
Mekanisme reflek postural yang normal, dengan mengembangkan kontrol postural
Sensorik yang normal, dengan mengembangkan stimulasi-stimulasi sensorik
Johnstone ini juga memperkenalkan suatu splint udara (air splint) untuk penderita stroke untuk tujuan menormalkan tonus, memberikan input sensorik, latihan kontrol postural (stabilisasi – menumpu berat badan) dan mencegah reaksi asosiasi dan pola sinergis
5. Metode PNF
Dikembangkan pertama kali oleh dr. Herman Kabat (neurology/psikolog) dari Amerika Serikat pada tahun 1950-an yang kemudian dikembangkan oleh Margaret Knott (fisioterapis) dan Dorothy Voss (okupasi terapis) hingga tahun 1970-an. Pada awalnya PNF lebih ditekankan pada berbagai kasus muskuloskeletal. Tetapi kemudian dikembangkan juga untuk kasus-kasus neurology termasuk hemiplegia (stroke)Prinsip umumnya adalah dengan pemberian stimulasi tertentu untuk membangkitkan kembali mekanisme yang latent dan cadangan-cadangannya maka akan dicapai suatu gerak fungsional yang normal dan terkoordinasi.Prinsip-prinsip yang mendasari adalah:
- Proses
tumbuh kembang
- Prinsip-prinsip
neurofisiologis
- Ilmu
gerak (biomekanika)
Tujuan
PNF pada kasus hemiplegia adalah:
- Menimbulkan,
menaikkan, memperbaiki tonus postural
- Memperbaiki
koordinasi gerak
- Mengajarkan
pola gerak yang benar
Beberapa dasar teori neurofisiologis yang masih sering dijadikan acuan, misalnya:
- Perbaikan
dimulai dari proksimal ke distal (Souza et al, 1980)
- Stabilitas
dan kontrol dari shoulder diperlukan lebih dahulu sebelum gerakan tangan
- Spastisitas
harus diinhibisi sebelum gerak aktif ekstremitas (Bobath, 1990)
- Perbaikan
ekstremitas atas menganut pola tertentu: proksimal ke distal, perbaikan
gerak fleksi diikuti gerak ekstensi, gerak sinergis fleksor, ekstensor
diikuti gerak fungsional
Motor Relearning Programme (MRP)
Latar Belakang
Rehabilitasi pasien pasca stroke dari tahun ke tahun selalu mengalami kemajuan, tetapi kualitas rehabilitasi itu sendiri masih dipertanyakan dalam menuju perbaikan fungsi terbaik yang bisa dicapai (Carr & Shepperd, 1998). Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang menimbulkan keragu-raguan tersebut, diantaranya “hasil dari latihan fungsional yang sederhana ternyata sama dengan hasil dari rehabilitasi formal”, atau “nyeri bahu lebih sering terjadi pada pasien stroke yang mendapat program fisioterapi”.Walaupun tentunya lebih banyak penelitian-penelitian lain yang menunjukkan efektivitas dari program fisioterapi terhadap pasien stroke. Untuk itulah berbagai teknik pendekatan pada pasien stroke terus bermunculan, diantaranya Motor Relearning Programme (MRP) yang dikembangkan oleh Janet H. Carr dan Roberta Shepherd, dua orang fisioterapis Australia pada sekitar tahun 1980-an. MRP menjadi teknik pendekatan stroke yang terpopuler di Australia pada saat ini, disamping pendekatan Bobath.Tujuan dikembangkannya pendekatan ini diantaranya adalah:
Rehabilitasi pasien pasca stroke dari tahun ke tahun selalu mengalami kemajuan, tetapi kualitas rehabilitasi itu sendiri masih dipertanyakan dalam menuju perbaikan fungsi terbaik yang bisa dicapai (Carr & Shepperd, 1998). Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang menimbulkan keragu-raguan tersebut, diantaranya “hasil dari latihan fungsional yang sederhana ternyata sama dengan hasil dari rehabilitasi formal”, atau “nyeri bahu lebih sering terjadi pada pasien stroke yang mendapat program fisioterapi”.Walaupun tentunya lebih banyak penelitian-penelitian lain yang menunjukkan efektivitas dari program fisioterapi terhadap pasien stroke. Untuk itulah berbagai teknik pendekatan pada pasien stroke terus bermunculan, diantaranya Motor Relearning Programme (MRP) yang dikembangkan oleh Janet H. Carr dan Roberta Shepherd, dua orang fisioterapis Australia pada sekitar tahun 1980-an. MRP menjadi teknik pendekatan stroke yang terpopuler di Australia pada saat ini, disamping pendekatan Bobath.Tujuan dikembangkannya pendekatan ini diantaranya adalah:
- Memberikan
motivasi kepada fisioterapis harapan yang lebih tinggi akan hasil dari
rehabilitasi pada pasien stroke
- Memberikan
alternatif metode pendekatan/terapi pada penderita stroke
Motor Relearning Progrmme
- Suatu
program spesifik untuk melatih kembali kontrol motorik spesifik dengan
menghindarkan gerakan yang tidak perlu atau salah
- Melibatkan
proses kognitif dan penerapan ilmu gerak
- Pelatihan
kembali kontrol motorik yang berdasarkan pemahaman tentang kinematika dan
kinetika gerakan normal, kontrol dan latihan motorik
- Tidak
berdasarkan pada teori perkembangan normal Ketrampilan motorikSegala
aktivitas atau gerak manusia yang terorganisasi dengan lebih baik dan
lebih efektif karena latihan (Annet J, 1971).Latihan/belajar motorikSatu
proses latihan dan pengalaman sehingga terjadi perubahan yang relatif
permanen dalam kemampuan melakukan aktivitas yang trampil (Schmidt, 1991).
Komponen-komponen penting dalam melakukan aktivitas yang trampil
- Keadaan
lingkungan sekitar
- Jenis
aktivitas, tempat melakukan aktivitas dan waktu melakukan aktivitas
- Kekuatan
otot untuk melakuan gerakan
Komponen-komponen dalam latihan motorik
- Komponen-komponen
dasar
- Bertujuan
- Membutuhkan
latihan dan pengulangan
Dasar teori MRP
- Dasar
teori dari MRP adalah penelitian tentang:
- Pemahaman
tentang gerak manusia (kinematika dan kinetika)
- Anatomi
dan terutama fisiologi saraf
- Biomekanika
- Psikologi
dan kognitif
- Ilmu
perilaku
- Latihan
dalam olahraga
Asumsi
- Proses
belajar, bahwa orang dengan disabilitas memiliki kebutuhan belajar yang
sama dengan orang normal
- Kontrol
motorik: antisipasi, persiapan dan kelangsungan gerak
- Latihan
spesifk +++, lingkungan bervariasi
- Input
sensorik mempengaruhi gerak
- Plastisitas
otak dipengaruhi oleh kejadian di alat gerak
Peran pasien:
- Melatih
gerakan yang sebelumnya memang telah mahir/kemampuan yang dimiliki
- Melibatkan
kemampuan kognitifnya
- Pasien
ikut bertanggung jawab pada peningkatan ketrampilan dirinya
Peran fisioterapis:
- Memberikan
instruksi
- Menjelaskan
- Memberikan
penilaian
- Mengatur
lingkungan latihan/aktivitas
Filosofi:
Melatih vs melakukan terapi kepada pasien - Didalamnya termasuk latihan aktivitas fungsional dan pengulangan latihan - Dimulai seawal mungkin begitu pasien dinyatakan stabil dari sisi medis
Konsep dari Latihan motorik:
- Kognitif
- Atensi
dan konsentrasi
- Instruksi
- Demonstrasi
- Motivasi
- Penentuan
tujuan
- Penilaian
yang obyektif
- Latihan
yang konsisten
- Arahan
manual
- Catatan
kemajuan
- Latihan
dengan aktivitas spesifik
- Manipulasi
lingkungan
Langkah dalam MRP (Carr and Shepherd, 1998)
Analisa aktivitas
- Observasi
- Perbandingan
- Analisa
Catat komponen pokok yang hilang atau salah
Komponen pokok:
- penting
dalam aktivitas tersebut
- kebutuhan
dari sisi biomekanika
- berkait
dengan spatial-temporal, grup otot dan lain-lain
- proses
ini berlangsung selama terapi
Melatih komponen-komponen yang hilang
- Penjelasan
– identifikasi tujuan
- Instruksi
- Latihan
+ feedback verbal dan visual + mengarahkan gerak dengan pegangan
Latihan keseluruhan aktivitas
- Penjelasan
– identifikasi tujuan
- Instruksi
- Latihan
+ feedback verbal dan visual + mengarahkan gerak dengan pegangan
- Evaluasi
ulang
- Merangsang
fleksibilitas
Pada langkah 2 dan 3, hal-hal yang penting:
- Latihan
secara keseluruhan atau per komponen
- Gerak
motorik dilatih secara keseluruhan sesegera mungkin
- Mungkin
diperlukan arahan manual untuk memungkinkan latihan gerak motorik
keseluruhan, juga gerakan yang salah, dimana akan memberikan efek positif
pada irama gerakan atau aktivitas
- Kelurusan
tubuh (body alignment) harus dijaga
Latihan:
- Variasi
dalam berlatih merupakan hal penting
- Perlu
diperkuat dengan feedback yang sesuai
- Kuantitas
dan kualitas latihan sangat penting
Tujuan feedback:
- Pemahaman
tentang hasil terapi, menghasilkan belajar yang cepat dan bersifat
permanen
- Pemahaman
tentang kinerja, variable terpenting dalam pembelajaran motorik
Waktu pemberian feedback:
Seketika
- Mungkin
diperlukan untuk memotivasi dan mempertahankan pasien tetap siaga
- Berguna
pada awal dari latihan dalam mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang fatal
- Bentuk
komunikasi dengan pasien
Pada akhir sesi:
- Kinerja
yang buruk saat fase akuisisi
- Menghasilkan
retensi yang lebih baik
- Perlu
untuk meyakinkan waktu optimal pemberian feedback
- Terlalu
pendek/cepat: menyebabkan ketergantungan
- Terlalu
panjang/lama: tidak cukup petunjuk untuk belajar efektif
Arahan manual yang efektif
- Memperbaiki
kinerja (performance)
- Memberikan
ide gerakan
- Bantuan
dalam melatih bersamaan dengan instruksi verbal dan membuat demonstrasi
lebih efektif
Pada latihan yang lambat dan pada
latihan yang berbahaya
- Mentransfer
latihan ke aktivitas nyata
- Kesempatan
untuk berlatih sesuai konteksnya
- Konsistensi
dari latihan
- Mengorganisai
latihan untuk memonitor diri sendiri
- Lingkungan
berlatih yang terstruktur
- Keterlibatan
keluarga dan teman
Metode progresivitas
- Harus
berlatih pada kinerja (performance) terbaik/puncak
- Meningkat
kompleksitasnya, makin berkurang feedback, arahan manual dan petunjuk,
rubah kecepatan , tambahkan variasi
- Seiring
dengan meningkatnya ketrampilan, maka latihan dilakukan pada lingkungan
yang berbeda/bervariasi
- Fase
kognitif: fase otomatisasi dalam belajar. Latihan hingga gerakan tersebut
menjadi suatu gerakan yang otomatis.
Kelebihan metode MRP
- Latihan
sangat spesifik/individual
- Partisipasi
aktif dari pasien
- Didukung
oleh bukti-bukti empiris di klinik
- Berdasarkan
pada prinsip-prinsip neurofisiologi dan pendekatan kognitif untuk
latihan/belajar yang relatif baru
Prinsip-prinsip umum yang dapat
diterapkan pada pasien dengan variasi yang banyak
Kekurangan metode MRP
- Apabila
ada gangguan kognitif pasien
- Latihan
membutuhkan kecepatan dan pengulangan
- Latihan
komponen vs latihan keseluruhan
- Lebih
ke kompensasi daripada perbaikan
Secara ringkas MRP dapat dikatakan:
- Berdasarkan
pada gerakan normal
- Perbaikan
bersifat individual berdasarkan potensi yang dimiliki atau keadaan pasien
- Pentingnya
assessment dan re-assessment
- Pentingnya
aktivitas +++
- Kombinasi
antara observasi klinis yang baik dengan pengetahuan neuroanatomi dan
neurofisiologi (neuroscience)
Sehingga latihan yang efektif adalah:
- Latihan
aktif
- Sedini
mungkin
- Aktivitas
spesifik
- Variasi
latihan
- Motivasi
- Pemanfaatan
lingkungan aktivitas maksimal
Latihan
pada Rehabilitasi Stroke
STROKE EXERCISES (courtesy
dr.Damayanti Tinduh, SpRM)
1. TRADISIONAL (WESTCOTT & SWENSON)
- Penekanan
pada pencegahan & perawatan kontraktur –>ROM exercises
- Memperkenalkan
aktifitas mobilisasi dini
- Kompensasi
sisi akit dengan menggunakan sisi sehatnya
- Latihan
penguatan dengan tahanan
2. PROPRIOSEPTIVE NEUROMUSCULAR
FASCILITATION (KABAT, VOSS & KNOT)
Metode latihan untuk merangsang respon mekanisme neuromuskuler melalui stimulasi proprioseptor.
Bertujuan memfasilitasi pola gerakan sehingga mencapai “functional relevant” –> memfasilitasi irradiasi impuls untuk tubuh bagian lain yang berhubungan dengan gerakan utama.
Menggunakan rangsangan proprioseptif (peregangan otot, gerakan sendi dan tahanan terhadap kontraksi otot sebagai input sensorik yang didesain untuk memfasilitasi kontraksi otot spesifik)
Tehnik :
1. Pemberian tahanan maksimal
2. Traksi & aproksimasi sendi
3. Quick stretch
4. Cutaneous pressure (hold & grip)
5. Gerakan sinergis (untuk memperkuat gerakan yang lemah)
6. Mempergunakan aba-aba yang sederhana (verbal)
7. Pola gerak : spiral – diagonal
Metode latihan untuk merangsang respon mekanisme neuromuskuler melalui stimulasi proprioseptor.
Bertujuan memfasilitasi pola gerakan sehingga mencapai “functional relevant” –> memfasilitasi irradiasi impuls untuk tubuh bagian lain yang berhubungan dengan gerakan utama.
Menggunakan rangsangan proprioseptif (peregangan otot, gerakan sendi dan tahanan terhadap kontraksi otot sebagai input sensorik yang didesain untuk memfasilitasi kontraksi otot spesifik)
Tehnik :
1. Pemberian tahanan maksimal
2. Traksi & aproksimasi sendi
3. Quick stretch
4. Cutaneous pressure (hold & grip)
5. Gerakan sinergis (untuk memperkuat gerakan yang lemah)
6. Mempergunakan aba-aba yang sederhana (verbal)
7. Pola gerak : spiral – diagonal
Fasilitasi
gerakan volunteer dengan pemberian tahanan maksimal : penjalaran kontraksi ototàtahanan
manual maksimal
Fasilitasi gerakan volunteer dengan refleks “Patterning Technique”
Fasilitasi gerakan volunteer dengan refleks “Patterning Technique”
Stretch reflex : merangsang kontraksi
otot secara reflektoris
Postural reflex : fasilitasi gerakan volunteer (TNR)
Righting reflex : stimulasi labyrinth –> resistive balancing (keseimbangan kepala saat duduk, berdiri, berjalan)
Inhibisi gerakan volunteer dengan refleks : menghindari grasp reflex
Inhibisi refleks oleh refleks yang lain : misalnya terapi dingin, dengan stimulasi fleksi extremitas inferior –> spastisitas extensor menurun
Fasilitasi gerakan volunteer oleh gerakan volunteer yang lain :
Postural reflex : fasilitasi gerakan volunteer (TNR)
Righting reflex : stimulasi labyrinth –> resistive balancing (keseimbangan kepala saat duduk, berdiri, berjalan)
Inhibisi gerakan volunteer dengan refleks : menghindari grasp reflex
Inhibisi refleks oleh refleks yang lain : misalnya terapi dingin, dengan stimulasi fleksi extremitas inferior –> spastisitas extensor menurun
Fasilitasi gerakan volunteer oleh gerakan volunteer yang lain :
- irradiation
–> penyebaran kontraksi otot dengan pola khusus fasilitasi dorsifleksià(misalnya
: tahanan fleksi extremitas inferior ankle ; merangkak –> fasilitasi fleksi
extremitas inferior –> ekstensor siku meningkat)
- successive
induction : segera setelah refleks fleksi terjadi –> eksitabilitas
refleks ekstensi akan meningkat (misalnya : kontraksi biceps dengan tahanan
–> fasilitasi kontraksi triceps)
- Resistive
reversal of antagonist :
1. Slow reversal of antagonist –>
melalui LGS
2. Rhytmic stabilization –> tanpa gerakan sendi
3. Slow reversal hold –> isotonic & isometric
2. Rhytmic stabilization –> tanpa gerakan sendi
3. Slow reversal hold –> isotonic & isometric
- Inhibisi
refleks dengan gerakan volunteer : Reciprocal innervation –> saat
agonis difasilitasi –> antagonis diinhibisi
- Fasilitasi
yang bersifat spiral & antagonist : fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi,
rotasi eksterna-rotasi interna
3. MOVEMENT THERAPY (BRUNNSTORM)
Reedukasi otot menggunakan latihan refleks.
Dasar teori :
Reedukasi otot menggunakan latihan refleks.
Dasar teori :
Kerusakan SSP telah menyebabkan
evolusi terbalik & regresi kembali ke pola gerak filogenetik yang lebih tua
(terjadi sinergi dan refleks primitive). Sinergi & refleks primitive ini
dianggap sebagai bagian normal dari proses penyembuhan sebelum terbentuk pola
baru.
Kombinasi eksteroseptif &
proprioseptif
Tehnik :
1. Memberikan tahanan pada ekstremitas yang normal, tapping (input sensoris) & tehnik relaksasi
2. Diberikan sesuai dengan 6 stadium penyembuhan Twitchell :
1. Flasiditas
2. Spastisitas + onset sinergi
3. Peningkatan spastisitas & beberapa control sinergi volunteer
4. Penurunan spastisitas & peningkatan control sinergi volunteer
5. Tidak adanya control fungsi motorik dari sinergi
6. Gerakan sendi individual
3. Tahapan tehnik latihan :
Merangsang gerak sinergis (Associated Reaction Pathological Tonic Neck & Labyrinthine reflex)
Kontrol gerakan sinergi :
o Latihan lepas dari pengaruh pola sinergis (dengan gerakan kombinasi pola sinergis antagonis)
o Merangsang fungsi tangan & jari tangan secara volunteer
Tahap 1-3 : merangsang control volunteer sinergis & memakai gerakan àini untuk aktifitas yang bertujuan (ROM bahu, abd volunteer, untuk ADL stabilisasi obyek / memegang, menjinjing, dll)
Tahap 4-5 : mengontrol flexor & ekstensor sinergi sehingga penderita dapat melakukan aktifitas fungsional
ketrampilan tanganàTahap 6 : melatih fungsi tangan
Tehnik :
1. Memberikan tahanan pada ekstremitas yang normal, tapping (input sensoris) & tehnik relaksasi
2. Diberikan sesuai dengan 6 stadium penyembuhan Twitchell :
1. Flasiditas
2. Spastisitas + onset sinergi
3. Peningkatan spastisitas & beberapa control sinergi volunteer
4. Penurunan spastisitas & peningkatan control sinergi volunteer
5. Tidak adanya control fungsi motorik dari sinergi
6. Gerakan sendi individual
3. Tahapan tehnik latihan :
Merangsang gerak sinergis (Associated Reaction Pathological Tonic Neck & Labyrinthine reflex)
Kontrol gerakan sinergi :
o Latihan lepas dari pengaruh pola sinergis (dengan gerakan kombinasi pola sinergis antagonis)
o Merangsang fungsi tangan & jari tangan secara volunteer
Tahap 1-3 : merangsang control volunteer sinergis & memakai gerakan àini untuk aktifitas yang bertujuan (ROM bahu, abd volunteer, untuk ADL stabilisasi obyek / memegang, menjinjing, dll)
Tahap 4-5 : mengontrol flexor & ekstensor sinergi sehingga penderita dapat melakukan aktifitas fungsional
ketrampilan tanganàTahap 6 : melatih fungsi tangan
4. NEURODEVELOPMENTAL TECHNIQUE
(BOBATH)
Dasar teori :
pola gerakan patologis tidak boleh digunakan untuk latihan oleh karena penggunaan berulang jalur eferen patologis dapat menyebabkan ekspansi ke jalur normal. Menggunakan konsep hirarki fungsi SSP manusia, dengan komponen yang saling integral : input sensorik & system feedback motorik. Konsep motor relearning mungkin dapat berurutan seperti pada perkembangan normal
Berlawanan dengan Brunnstorm & PNF.
Dasar teori :
pola gerakan patologis tidak boleh digunakan untuk latihan oleh karena penggunaan berulang jalur eferen patologis dapat menyebabkan ekspansi ke jalur normal. Menggunakan konsep hirarki fungsi SSP manusia, dengan komponen yang saling integral : input sensorik & system feedback motorik. Konsep motor relearning mungkin dapat berurutan seperti pada perkembangan normal
Berlawanan dengan Brunnstorm & PNF.
Prinsip :
1. Kontrol pola spastisitas dengan menghambat pola abnormal
2. Fasilitasi pola normal / refleks postural normal (righting & equilibrium reaction)
Tujuan :
1. Stabilisasi tonus postural
2. Inhibisi pola abnormal / gerakan abnormal
3. fasilitasi refleks otomatis & pola gerakan normal yang lebih selektif & persiapan ketrampilan fungsional
Tehnik :
1. Reflex Inhibiting Posture/pattern (RIP) : meletakkan anggota gerak dalam posisi pola antispastik
2. Key Point of Control (KPOC) : menghambat spastisitas & pola gerak abnormal sekaligus memberi fasilitasi pola gerak yang normal
a. Proximal KPOC (shoulder, hip, trunk)
b. Distal KPOC (tangan & kaki)
Tidak menganjurkan pemakaian alat bantu jalan, oleh karena lat NDT menekankan penggunaan & weight bearing pada sisi lumpuh
3. Push-pull technique : tehnik untuk menimbulkan ekstensi terutama pada lengan di mana fleksi lebih dominant
4. Placing & holding : mempertahankan posisi dalam RIP position
5. Tapping : pada otot antagonis dari otot yang spastik
1. Kontrol pola spastisitas dengan menghambat pola abnormal
2. Fasilitasi pola normal / refleks postural normal (righting & equilibrium reaction)
Tujuan :
1. Stabilisasi tonus postural
2. Inhibisi pola abnormal / gerakan abnormal
3. fasilitasi refleks otomatis & pola gerakan normal yang lebih selektif & persiapan ketrampilan fungsional
Tehnik :
1. Reflex Inhibiting Posture/pattern (RIP) : meletakkan anggota gerak dalam posisi pola antispastik
2. Key Point of Control (KPOC) : menghambat spastisitas & pola gerak abnormal sekaligus memberi fasilitasi pola gerak yang normal
a. Proximal KPOC (shoulder, hip, trunk)
b. Distal KPOC (tangan & kaki)
Tidak menganjurkan pemakaian alat bantu jalan, oleh karena lat NDT menekankan penggunaan & weight bearing pada sisi lumpuh
3. Push-pull technique : tehnik untuk menimbulkan ekstensi terutama pada lengan di mana fleksi lebih dominant
4. Placing & holding : mempertahankan posisi dalam RIP position
5. Tapping : pada otot antagonis dari otot yang spastik
5. SENSORY MOTOR APPROACH (ROOD)
Fasilitasi / inhibisi pergerakan melalui stimulasi proprioceptor, exteroceptor atau enteroceptor.
Teori : deficit motorik adalah hilangnya fungsi yang terjadi selama dipandang dari sudut pandang yangàperkembangan sensorimotorik normal berhubungan dengan input sensorik
Stimulasi kulit untuk fasilitasi stabilisasi & mobilisasi otot :
1. Stimulasi free nerve ending :
pada kulit di atas otot stabilisator 30 menit sebelumàFast brushing terapi untuk memfasilitasi gamma motor neuron –> stabilitas otot proksimal sendi (bias dengan electrically powered brush)
Aplikasi dengan es (suhu 12-17oF) 3-5 menit memfasilitasi C fiber
2. Fasilitasi mobilizing muscle :
Quick stroking / icing pada tangan, kaki &/bibir
3. Stimulasi otot stabilisator :
Electric brushing / repetitive icing –> stimulasi stabilisator secondary muscle & inhibisi spastic mobilizing muscle
Fasilitasi / inhibisi pergerakan melalui stimulasi proprioceptor, exteroceptor atau enteroceptor.
Teori : deficit motorik adalah hilangnya fungsi yang terjadi selama dipandang dari sudut pandang yangàperkembangan sensorimotorik normal berhubungan dengan input sensorik
Stimulasi kulit untuk fasilitasi stabilisasi & mobilisasi otot :
1. Stimulasi free nerve ending :
pada kulit di atas otot stabilisator 30 menit sebelumàFast brushing terapi untuk memfasilitasi gamma motor neuron –> stabilitas otot proksimal sendi (bias dengan electrically powered brush)
Aplikasi dengan es (suhu 12-17oF) 3-5 menit memfasilitasi C fiber
2. Fasilitasi mobilizing muscle :
Quick stroking / icing pada tangan, kaki &/bibir
3. Stimulasi otot stabilisator :
Electric brushing / repetitive icing –> stimulasi stabilisator secondary muscle & inhibisi spastic mobilizing muscle