Senin, 05 Januari 2015

FISIOTERAPI PADA STROKE


Ragam Pendekatan Terapi Latihan Pada Gangguan Neurologis



1. Metode Brunnstrom
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Signe Brunnstrom, seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk penderita hemiplegia

Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa:

Pada manusia normal, perkembangan motorik diawali oleh kontrol spinal dan batang otak berupa gerakan reflek yang kemudian berkembang menjadi gerakan yang disadari dan bertujuan yang dikontrol oleh otak. Oleh karena gerakan reflek tersebut merupakan tahap perkembangan normal, reflek ini menjadi sesuatu yang “normal” pula apabila ada kelainan atau gangguan pada pengontrol yang lebih tinggi (otak), misalnya akibat stroke dengan hemiplegianya.

Sehingga reflek ini dapat dan seharusnya digunakan untuk merangsang timbulnya gerakan yang hilang, seperti tahap perkembangan normal. Proprioceptive dan exteroceptive juga digunakan dalam pendekatan ini untuk menimbulkan gerakan bertujuan ataupun hanya perubahan tonus otot.

2. Metode Rood

Dikembangkan oleh Margaret Rood, seorang fisioterapis dan okupasiterapis sejak tahun 1960-an. Sebenarnya metode ini dikembangkan untuk penderita cerebral palsy tetapi dapat diterapkan untuk semua kelainan kontrol motorik akibat gangguan otak.Premis dari pendekatan Rood:Bahwa kontrol motorik berkembang dari reflek-reflek dasar pada saat bayi yang secara bertahap dimodifikasi melalui stimulasi sensorik hingga dicapai kontrol yang lebih tinggi dengan gerakan yang disadari dan fungsional. Sehingga jika diaplikasikan stimulasi sensorik yang benar pada reseptor yang tepat akan merangsang proses perkembangan dari gerakan yang bersifat reflek ke gerakan yang terkontrol.Prinsip dari pendekatan metode Rood ini adalah:

Proses perbaikan tonus dan gerakan fungsional dicapai dengan stimulasi sensorik yang benar, melalui teknik-teknik fasilitasi dan inhibisi.
Kontrol sensomotorik berdasarkan prinsip-prinsip tumbuh kembang
Gerakan haruslah bertujuan
Pengulangan respon sensomotorik diperlukan untuk proses latihan

3. Metode Bobath
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh K. Bobath (neurology) dan Bertha Bobath (fisioterapis) di sekitar tahun 1960-an, khusus untuk penderita cerebral palsy, tetapi kemudian diadaptasi dan dikembangkan juga untuk kondisi hemiplegiaPendekatan ini mengembangkan reaksi-reaksi otomatis (reflek postural normal) yang normal berdasarkan analisa gerakan normal dan perkembangan gerakan normal yang terjadi pada proses tumbuh kembang anak. Prinsip-prinsip neurofisiologis yang dianut:
  1. Gerakan normal meliputi bagian yang bergerak dan bagian yang diam (fiksasi gerakan)
  2. Gerakan normal ditandai dengan adanya gerakan rotasi yang merupakan komponen utama gerak normal (fungsional)
  3. Gerakan normal dimulai dari proksimal ke distal, dari central ke perifer, dari cranial ke kaudal
  4. Gerakan normal menganut pada proses tumbuh kembang anak normal.

Prinsip-prinsip pendekatan Bobath untuk kondisi hemiplegiaPrinsip utama yang dipegang di sini adalah normalitas dari tonus postural, yang bisa dicapai dengan cara:
  1. Stimulasi proprioceptive dan taktil
  2. Inhibisi terhadap pola abnormal
  3. Fasilitasi
  4. Key point of control
  5. Pemahaman prinsip-prinsip neurofisiologi, biomekanika, gerakan normal dan abnormal.


4. Metode Johnstone
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Margaret Johnstone, seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk penderita hemiplegia
Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa gerakan normal tergantung pada:

Tonus yang normal, sehingga diperlukan untuk menaikkan tonus yang rendah (hipotonus) dengan fasilitasi dan menurunkan tonus yang meninggi (hipertonus) dengan cara inhibisi
Pola gerakan yang normal, dimana latihan mengadaptasi dasar pola tumbuh kembang bayi yang normal (terlentang, berguling, tengkurap, menegakkan kepala, merayap, merangkak, duduk, berdiri pada lutut, berdiri, berjalan, naik trap, berlari, melompat) mengembangkan kontrol spinal – tonik – basal – kortikal.
Mekanisme reflek postural yang normal, dengan mengembangkan kontrol postural
Sensorik yang normal, dengan mengembangkan stimulasi-stimulasi sensorik


Johnstone ini juga memperkenalkan suatu splint udara (air splint) untuk penderita stroke untuk tujuan menormalkan tonus, memberikan input sensorik, latihan kontrol postural (stabilisasi – menumpu berat badan) dan mencegah reaksi asosiasi dan pola sinergis

5. Metode PNF
Dikembangkan pertama kali oleh dr. Herman Kabat (neurology/psikolog) dari Amerika Serikat pada tahun 1950-an yang kemudian dikembangkan oleh Margaret Knott (fisioterapis) dan Dorothy Voss (okupasi terapis) hingga tahun 1970-an. Pada awalnya PNF lebih ditekankan pada berbagai kasus muskuloskeletal. Tetapi kemudian dikembangkan juga untuk kasus-kasus neurology termasuk hemiplegia (stroke)Prinsip umumnya adalah dengan pemberian stimulasi tertentu untuk membangkitkan kembali mekanisme yang latent dan cadangan-cadangannya maka akan dicapai suatu gerak fungsional yang normal dan terkoordinasi.Prinsip-prinsip yang mendasari adalah:
  • Proses tumbuh kembang
  • Prinsip-prinsip neurofisiologis
  • Ilmu gerak (biomekanika)
Tujuan PNF pada kasus hemiplegia adalah:
  • Menimbulkan, menaikkan, memperbaiki tonus postural
  • Memperbaiki koordinasi gerak
  • Mengajarkan pola gerak yang benar

Beberapa dasar teori neurofisiologis yang masih sering dijadikan acuan, misalnya:
  • Perbaikan dimulai dari proksimal ke distal (Souza et al, 1980)
  • Stabilitas dan kontrol dari shoulder diperlukan lebih dahulu sebelum gerakan tangan
  • Spastisitas harus diinhibisi sebelum gerak aktif ekstremitas (Bobath, 1990)
  • Perbaikan ekstremitas atas menganut pola tertentu: proksimal ke distal, perbaikan gerak fleksi diikuti gerak ekstensi, gerak sinergis fleksor, ekstensor diikuti gerak fungsional

Motor Relearning Programme (MRP)
Latar Belakang
Rehabilitasi pasien pasca stroke dari tahun ke tahun selalu mengalami kemajuan, tetapi kualitas rehabilitasi itu sendiri masih dipertanyakan dalam menuju perbaikan fungsi terbaik yang bisa dicapai (Carr & Shepperd, 1998). Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang menimbulkan keragu-raguan tersebut, diantaranya “hasil dari latihan fungsional yang sederhana ternyata sama dengan hasil dari rehabilitasi formal”, atau “nyeri bahu lebih sering terjadi pada pasien stroke yang mendapat program fisioterapi”.Walaupun tentunya lebih banyak penelitian-penelitian lain yang menunjukkan efektivitas dari program fisioterapi terhadap pasien stroke. Untuk itulah berbagai teknik pendekatan pada pasien stroke terus bermunculan, diantaranya Motor Relearning Programme (MRP) yang dikembangkan oleh Janet H. Carr dan Roberta Shepherd, dua orang fisioterapis Australia pada sekitar tahun 1980-an. MRP menjadi teknik pendekatan stroke yang terpopuler di Australia pada saat ini, disamping pendekatan Bobath.Tujuan dikembangkannya pendekatan ini diantaranya adalah:
  • Memberikan motivasi kepada fisioterapis harapan yang lebih tinggi akan hasil dari rehabilitasi pada pasien stroke
  • Memberikan alternatif metode pendekatan/terapi pada penderita stroke

Motor Relearning Progrmme
  • Suatu program spesifik untuk melatih kembali kontrol motorik spesifik dengan menghindarkan gerakan yang tidak perlu atau salah
  • Melibatkan proses kognitif dan penerapan ilmu gerak
  • Pelatihan kembali kontrol motorik yang berdasarkan pemahaman tentang kinematika dan kinetika gerakan normal, kontrol dan latihan motorik
  • Tidak berdasarkan pada teori perkembangan normal Ketrampilan motorikSegala aktivitas atau gerak manusia yang terorganisasi dengan lebih baik dan lebih efektif karena latihan (Annet J, 1971).Latihan/belajar motorikSatu proses latihan dan pengalaman sehingga terjadi perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan melakukan aktivitas yang trampil (Schmidt, 1991).

Komponen-komponen penting dalam melakukan aktivitas yang trampil
  • Keadaan lingkungan sekitar
  • Jenis aktivitas, tempat melakukan aktivitas dan waktu melakukan aktivitas
  • Kekuatan otot untuk melakuan gerakan

Komponen-komponen dalam latihan motorik
  • Komponen-komponen dasar
  • Bertujuan
  • Membutuhkan latihan dan pengulangan

Dasar teori MRP
  • Dasar teori dari MRP adalah penelitian tentang:
  • Pemahaman tentang gerak manusia (kinematika dan kinetika)
  • Anatomi dan terutama fisiologi saraf
  • Biomekanika
  • Psikologi dan kognitif
  • Ilmu perilaku
  • Latihan dalam olahraga

Asumsi
  • Proses belajar, bahwa orang dengan disabilitas memiliki kebutuhan belajar yang sama dengan orang normal
  • Kontrol motorik: antisipasi, persiapan dan kelangsungan gerak
  • Latihan spesifk +++, lingkungan bervariasi
  • Input sensorik mempengaruhi gerak
  • Plastisitas otak dipengaruhi oleh kejadian di alat gerak

Peran pasien:
  • Melatih gerakan yang sebelumnya memang telah mahir/kemampuan yang dimiliki
  • Melibatkan kemampuan kognitifnya
  • Pasien ikut bertanggung jawab pada peningkatan ketrampilan dirinya

Peran fisioterapis:
  • Memberikan instruksi
  • Menjelaskan
  • Memberikan penilaian
  • Mengatur lingkungan latihan/aktivitas

Filosofi:
Melatih vs melakukan terapi kepada pasien - Didalamnya termasuk latihan aktivitas fungsional dan pengulangan latihan - Dimulai seawal mungkin begitu pasien dinyatakan stabil dari sisi medis

Konsep dari Latihan motorik:
  • Kognitif
  • Atensi dan konsentrasi
  • Instruksi
  • Demonstrasi
  • Motivasi
  • Penentuan tujuan
  • Penilaian yang obyektif
  • Latihan yang konsisten
  • Arahan manual
  • Catatan kemajuan
  • Latihan dengan aktivitas spesifik
  • Manipulasi lingkungan

Langkah dalam MRP (Carr and Shepherd, 1998)


Analisa aktivitas
  • Observasi
  • Perbandingan
  • Analisa

Catat komponen pokok yang hilang atau salah

Komponen pokok:
  • penting dalam aktivitas tersebut
  • kebutuhan dari sisi biomekanika
  • berkait dengan spatial-temporal, grup otot dan lain-lain
  • proses ini berlangsung selama terapi


Melatih komponen-komponen yang hilang
  • Penjelasan – identifikasi tujuan
  • Instruksi
  • Latihan + feedback verbal dan visual + mengarahkan gerak dengan pegangan

Latihan keseluruhan aktivitas
  • Penjelasan – identifikasi tujuan
  • Instruksi
  • Latihan + feedback verbal dan visual + mengarahkan gerak dengan pegangan
  • Evaluasi ulang
  • Merangsang fleksibilitas

Pada langkah 2 dan 3, hal-hal yang penting:
  • Latihan secara keseluruhan atau per komponen
  • Gerak motorik dilatih secara keseluruhan sesegera mungkin
  • Mungkin diperlukan arahan manual untuk memungkinkan latihan gerak motorik keseluruhan, juga gerakan yang salah, dimana akan memberikan efek positif pada irama gerakan atau aktivitas
  • Kelurusan tubuh (body alignment) harus dijaga

Latihan:
  • Variasi dalam berlatih merupakan hal penting
  • Perlu diperkuat dengan feedback yang sesuai
  • Kuantitas dan kualitas latihan sangat penting

Tujuan feedback:
  • Pemahaman tentang hasil terapi, menghasilkan belajar yang cepat dan bersifat permanen
  • Pemahaman tentang kinerja, variable terpenting dalam pembelajaran motorik


Waktu pemberian feedback:

Seketika
  • Mungkin diperlukan untuk memotivasi dan mempertahankan pasien tetap siaga
  • Berguna pada awal dari latihan dalam mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang fatal
  • Bentuk komunikasi dengan pasien
Pada akhir sesi:
  • Kinerja yang buruk saat fase akuisisi
  • Menghasilkan retensi yang lebih baik
  • Perlu untuk meyakinkan waktu optimal pemberian feedback
  • Terlalu pendek/cepat: menyebabkan ketergantungan
  • Terlalu panjang/lama: tidak cukup petunjuk untuk belajar efektif
Arahan  manual yang efektif
  • Memperbaiki kinerja (performance)
  • Memberikan ide gerakan
  • Bantuan dalam melatih bersamaan dengan instruksi verbal dan membuat demonstrasi lebih efektif
Pada latihan yang lambat dan pada latihan yang berbahaya
  • Mentransfer latihan ke aktivitas nyata
  • Kesempatan untuk berlatih sesuai konteksnya
  • Konsistensi dari latihan
  • Mengorganisai latihan untuk memonitor diri sendiri
  • Lingkungan berlatih yang terstruktur
  • Keterlibatan keluarga dan teman
Metode progresivitas
  • Harus berlatih pada kinerja (performance) terbaik/puncak
  • Meningkat kompleksitasnya, makin berkurang feedback, arahan manual dan petunjuk, rubah kecepatan , tambahkan variasi
  • Seiring dengan meningkatnya ketrampilan, maka latihan dilakukan pada lingkungan yang berbeda/bervariasi
  • Fase kognitif: fase otomatisasi dalam belajar. Latihan hingga gerakan tersebut menjadi suatu gerakan yang otomatis.

Kelebihan metode MRP
  • Latihan sangat spesifik/individual
  • Partisipasi aktif dari pasien
  • Didukung oleh bukti-bukti empiris di klinik
  • Berdasarkan pada prinsip-prinsip neurofisiologi dan pendekatan kognitif untuk latihan/belajar yang relatif baru
Prinsip-prinsip umum yang dapat diterapkan pada pasien dengan variasi yang banyak

Kekurangan metode MRP
  • Apabila ada gangguan kognitif pasien
  • Latihan membutuhkan kecepatan dan pengulangan
  • Latihan komponen vs latihan keseluruhan
  • Lebih ke kompensasi daripada perbaikan

Secara ringkas MRP dapat dikatakan:
  • Berdasarkan pada gerakan normal
  • Perbaikan bersifat individual berdasarkan potensi yang dimiliki atau keadaan pasien
  • Pentingnya assessment dan re-assessment
  • Pentingnya aktivitas +++
  • Kombinasi antara observasi klinis yang baik dengan pengetahuan neuroanatomi dan neurofisiologi (neuroscience)

Sehingga latihan yang efektif adalah:
  • Latihan aktif
  • Sedini mungkin
  • Aktivitas spesifik
  • Variasi latihan
  • Motivasi
  • Pemanfaatan lingkungan aktivitas maksimal

Latihan pada Rehabilitasi Stroke

STROKE EXERCISES (courtesy dr.Damayanti Tinduh, SpRM)
1. TRADISIONAL (WESTCOTT & SWENSON)
  • Penekanan pada pencegahan & perawatan kontraktur –>ROM exercises
  • Memperkenalkan aktifitas mobilisasi dini
  • Kompensasi sisi akit dengan menggunakan sisi sehatnya
  • Latihan penguatan dengan tahanan
2. PROPRIOSEPTIVE NEUROMUSCULAR FASCILITATION (KABAT, VOSS & KNOT)
Metode latihan untuk merangsang respon mekanisme neuromuskuler melalui stimulasi proprioseptor.
Bertujuan memfasilitasi pola gerakan sehingga mencapai “functional relevant” –> memfasilitasi irradiasi impuls untuk tubuh bagian lain yang berhubungan dengan gerakan utama.
Menggunakan rangsangan proprioseptif (peregangan otot, gerakan sendi dan tahanan terhadap kontraksi otot sebagai input sensorik yang didesain untuk memfasilitasi kontraksi otot spesifik)
Tehnik :
1. Pemberian tahanan maksimal
2. Traksi & aproksimasi sendi
3. Quick stretch
4. Cutaneous pressure (hold & grip)
5. Gerakan sinergis (untuk memperkuat gerakan yang lemah)
6. Mempergunakan aba-aba yang sederhana (verbal)
7. Pola gerak : spiral – diagonal
Fasilitasi gerakan volunteer dengan pemberian tahanan maksimal :  penjalaran kontraksi ototàtahanan manual maksimal
Fasilitasi gerakan volunteer dengan refleks “Patterning Technique”
Stretch reflex : merangsang kontraksi otot secara reflektoris
Postural reflex : fasilitasi gerakan volunteer (TNR)
Righting reflex : stimulasi labyrinth –> resistive balancing (keseimbangan kepala saat duduk, berdiri, berjalan)
Inhibisi gerakan volunteer dengan refleks : menghindari grasp reflex
Inhibisi refleks oleh refleks yang lain : misalnya terapi dingin, dengan stimulasi fleksi extremitas inferior –> spastisitas extensor menurun
Fasilitasi gerakan volunteer oleh gerakan volunteer yang lain :
  • irradiation –> penyebaran kontraksi otot dengan pola khusus  fasilitasi dorsifleksià(misalnya : tahanan fleksi extremitas inferior  ankle ; merangkak –> fasilitasi fleksi extremitas inferior –> ekstensor siku meningkat)
  • successive induction : segera setelah refleks fleksi terjadi –> eksitabilitas refleks ekstensi akan meningkat (misalnya : kontraksi biceps dengan tahanan –> fasilitasi kontraksi triceps)
  • Resistive reversal of antagonist :
1. Slow reversal of antagonist –> melalui LGS
2. Rhytmic stabilization –> tanpa gerakan sendi
3. Slow reversal hold –> isotonic & isometric
  • Inhibisi refleks dengan gerakan volunteer : Reciprocal innervation –> saat agonis difasilitasi –> antagonis diinhibisi
  • Fasilitasi yang bersifat spiral & antagonist : fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi, rotasi eksterna-rotasi interna
3. MOVEMENT THERAPY (BRUNNSTORM)
Reedukasi otot menggunakan latihan refleks.
Dasar teori :
Kerusakan SSP telah menyebabkan evolusi terbalik & regresi kembali ke pola gerak filogenetik yang lebih tua (terjadi sinergi dan refleks primitive). Sinergi & refleks primitive ini dianggap sebagai bagian normal dari proses penyembuhan sebelum terbentuk pola baru.
Kombinasi eksteroseptif & proprioseptif
Tehnik :
1. Memberikan tahanan pada ekstremitas yang normal, tapping (input sensoris) & tehnik relaksasi
2. Diberikan sesuai dengan 6 stadium penyembuhan Twitchell :
1. Flasiditas
2. Spastisitas + onset sinergi
3. Peningkatan spastisitas & beberapa control sinergi volunteer
4. Penurunan spastisitas & peningkatan control sinergi volunteer
5. Tidak adanya control fungsi motorik dari sinergi
6. Gerakan sendi individual
3. Tahapan tehnik latihan :
Merangsang gerak sinergis (Associated Reaction Pathological Tonic Neck & Labyrinthine reflex)
Kontrol gerakan sinergi :
o Latihan lepas dari pengaruh pola sinergis (dengan gerakan kombinasi pola sinergis antagonis)
o Merangsang fungsi tangan & jari tangan secara volunteer
Tahap 1-3 : merangsang control volunteer sinergis & memakai gerakan àini untuk aktifitas yang bertujuan (ROM bahu, abd volunteer, untuk ADL  stabilisasi obyek / memegang, menjinjing, dll)
Tahap 4-5 : mengontrol flexor & ekstensor sinergi sehingga penderita dapat melakukan aktifitas fungsional
 ketrampilan tanganàTahap 6 : melatih fungsi tangan
4. NEURODEVELOPMENTAL TECHNIQUE (BOBATH)
Dasar teori :
pola gerakan patologis tidak boleh digunakan untuk latihan oleh karena penggunaan berulang jalur eferen patologis dapat menyebabkan ekspansi ke jalur normal. Menggunakan konsep hirarki fungsi SSP manusia, dengan komponen yang saling integral : input sensorik & system feedback motorik. Konsep motor relearning mungkin dapat berurutan seperti pada perkembangan normal
Berlawanan dengan Brunnstorm & PNF.
Prinsip :
1. Kontrol pola spastisitas dengan menghambat pola abnormal
2. Fasilitasi pola normal / refleks postural normal (righting & equilibrium reaction)
Tujuan :
1. Stabilisasi tonus postural
2. Inhibisi pola abnormal / gerakan abnormal
3. fasilitasi refleks otomatis & pola gerakan normal yang lebih selektif & persiapan ketrampilan fungsional
Tehnik :
1. Reflex Inhibiting Posture/pattern (RIP) : meletakkan anggota gerak dalam posisi pola antispastik
2. Key Point of Control (KPOC) : menghambat spastisitas & pola gerak abnormal sekaligus memberi fasilitasi pola gerak yang normal
a. Proximal KPOC (shoulder, hip, trunk)
b. Distal KPOC (tangan & kaki)
Tidak menganjurkan pemakaian alat bantu jalan, oleh karena lat NDT menekankan penggunaan & weight bearing pada sisi lumpuh
3. Push-pull technique : tehnik untuk menimbulkan ekstensi terutama pada lengan di mana fleksi lebih dominant
4. Placing & holding : mempertahankan posisi dalam RIP position
5. Tapping : pada otot antagonis dari otot yang spastik
5. SENSORY MOTOR APPROACH (ROOD)
Fasilitasi / inhibisi pergerakan melalui stimulasi proprioceptor, exteroceptor atau enteroceptor.
Teori : deficit motorik adalah hilangnya fungsi yang terjadi selama  dipandang dari sudut pandang yangàperkembangan sensorimotorik normal  berhubungan dengan input sensorik
Stimulasi kulit untuk fasilitasi stabilisasi & mobilisasi otot :
1. Stimulasi free nerve ending :
 pada kulit di atas otot stabilisator 30 menit sebelumàFast brushing  terapi untuk memfasilitasi gamma motor neuron –> stabilitas otot proksimal sendi (bias dengan electrically powered brush)
Aplikasi dengan es (suhu 12-17oF) 3-5 menit memfasilitasi C fiber
2. Fasilitasi mobilizing muscle :
Quick stroking / icing pada tangan, kaki &/bibir
3. Stimulasi otot stabilisator :
Electric brushing / repetitive icing –> stimulasi stabilisator secondary muscle & inhibisi spastic mobilizing muscle


1 komentar: